Wednesday, July 18, 2012

Sekitar empat tahun lalu di mata kuliah kajian prosa fiksi, aku dapat tugas untuk bikin ringkasan cerpen. Tugas yang sangat menyenakan secara diriku sangat suka membaca ^^. Terima kasih pada dosenku yang kubanggakan, Pak Drs. Ahid Hidayat, M.Hum., untuk mata kuliah yang begitu menyenangkan ini



1. Judul : Bertengkar Berbisik
    Penulis : M. Kasim
    Tahun Terbit : 1920

                Burkat, Togu, dan Togop adalah tiga orang musafir yang dalam perjalanannya menyaru sebagai rombongan kepala kampung. Burkat yang sebagai kepala kampung, Togu dan Togop sebagai pangawalnya. Hal ini mereka lakukan agar mendapat penghormatan lebih dari kepala desa tempat mereka singgah, seraya berbuka puasa dan mendapat tumpangan.Awalnya, semua berjalan lancar dan sang kepala kampung sama sekali tidak mencurigai ketiga musafir tersebut. Mereka diterima dengan baik, khususnya Burkat yang selalu mendapat perlakuan istimewa karena dianggap sebagai Sutan Menjinjing Alam. Kenyataan ini membuat Togu dan Togop iri kepada Burkat. Mereka menganggap bahwa tanpa pengakuan mereka bahwa Burkat adalah kepala kampung, dia tidak akan menerima perlakuan sebaik itu.Dengan suara berbisik, mereka menghardik Burkat, Burkat balik menghardik namun tetap nada berbisik agar empunya rumah tidak mendengar. Pertengkaran berbisik terus berlanjut hingga terjadilah perkelahian hebat. Empunya rumah (kepala desa) mendapati mereka dan terbongkarlah penyamaran mereka bertiga. Kepala kampung menyeru warga untuk menangkap mereka, tetapi sebelum warga bergerak, tiga musafir itu telah kabur entah kemana.


2. Judul : Manoesia Idoep Kerna Akalnya
    Penulis : Moestika
    Tahun terbit : 1927

            Cerpen ini mengisahkan hubungan baik antara Prawira yang pribumi dengan Kanjeng, majikannya yang berbangsa Belanda. Di rumahnya yang begitu luas, Prawira menyadari Kanjeng selalu merasa kesepian karena belum menikah. Suatu hari Kanjeng jatuh cinta pada seorang gadis. Kanjeng menanyakan perihal gadis tersebut pada Prawira. Tak lain, gadis itu adalah tunangan Prawira. Kanjeng memaklumi, namun Prawira yang merasa begitu banyak berutang pada Kanjeng, kemudian merelakan gadisnya untuk dijadikan istri (Nyai) untuk Kanjeng. Alanglah bahagianya kanjeng, Prawira pun turut berbahagia. Prawira berkeinginan menjadi orang besar, iapun bersekolah hingga terwujudlah harapannya menjadi ajun jaksa, dan bertugas di daerah tempat Kanjeng menjadi Asisten residen. Suatu hari ia mengunjungi Kanjeng kembali, dan betapa Kanjeng bangga melihat sosok Prawira. Ketika Kanjeng pindah tugas ke daerah lain, Kanjeng meminta pada pemerintah agar Prawira dapat bersamanya. Seketika itu Prawira naik pangkat menjadi Wedana. Berbahagialah Prawira, sebagaimana Kanjeng bahagia bersama nyai.


3). Judul : Menanti Kelahiran
     Penulis : A.A. Navis
     Tahun terbit : 1956

           Lena yang tengah hamil tua, menanti kelahiran anaknya dengan berbagai perasaan cemas yang berkecamuk. Dia begitu takut kalau suaminya berselingkuh, dan meninggalkannya saat hamil seperti itu. Hal lain yang membuatnya resah adalah ketakutannya mengenai keadaan bayinya yang akan lahir tadi. Ia begitu takut bila bayinya tidak sempurna, oleh karena itu ia terus berusaha mengurangi sifat-sifat buruknya agar anaknya yang lahir kelak dapat memiliki hati yang mulia. Tanpa menaruh curiga, ia menerima seorang wanita kumal sebagai pembantu baru dirumahnya, padahal ia begitu jijik dengan wanita tersebut. Suatu hari, Haris, suami Lena, mengajaknya keluar untuk jalan-jalan. Ia pun merasa begitu bahagia dan rasa khawatir kehilangan suaminya, pupus sudah. Di tengah asyiknya menikmati jalan-jalan, ia dikagetkan oleh suatu kejadian yang membuatnya tahu bahwa pembantu barunya itu hanyalah seorang penipu. Ia begitu shock hingga ia pun harus melahirkan secara prematur. Lahirlah bayi laki-laki yang begitu ia nantikan. Namun, ia terpaksa menelan kepahitan mendapati kenyataan bahwa kelak bayinya tidak akan dapat tumbuh sempurna.


4). Judul : Robohnya surau kami
     Penulis : A.A. Navis
     Tahun Terbit : 1955

          Kakek adalah seorang garin atau penjaga surau yang begitu taat beribadah. Ia hidup dari uang sedekah, hasil tambak ikan mas di kolam dengan dekat surau, dan dari belas kasih orang-orang yang memanfaatkan jasanya sebagai tukang asah pisau. Suatu hari kakek didatangi oleh si aku yang berniat mengasah pisau pada kakek sebagaimana biasanya. Namun kakek yang biasanya tampak senang, kali ini terlihat muram akibat mendengarkan cerita si pembual, Ajo Sidi. Kakek kelihatan begitu geram pada Ajo Sidi. Ternyata cerita yang disampaikan Ajo Sidi pada kakek begitu membuat kakek tersinggung dan berputus asa atas semua ibadahnya selama ini. Cerita itulah yang memurungkan kakek. Hingga tanpa dinyana, kakek yang begitu taat beribadah, ditemukan meninggal dengan tragis. Ia menggorok lehernya dengan pisau cukur. Tingallah surau yang hendak roboh itu tanpa penjaganya.


5). Judul : Hotel
     Penulis : Noor Ridwan
     Tahun terbit : 1968

         Seorang wartawan yang bertugas mengikuti rombongan pembesar yang datang ke suatu daerah, merasa keheranan ketika sang pembesar beserta rombangan termasuk si wartawan hanya menginap di sebuah hotel biasa. Dari kabar yang ia dengar, meskipun bukan hotel kelas satu, masih ada saja pembesar yang mau menginap disini. Ia terus bertanya-tanya. Di tengah asyiknya beristirahat di kamar, ia melihat secarik kertas disorongkan ke bawah pintu kamarnya.“Mulai saat ini perhatikanlah kamar no. 24. Bahan berita yang baik buat Tuan”. Naluri wartawannya bicara dan ia melakukan instruksi yang tertulis. Ia tahu akan mendapat berita yang bagus. Ia memperhatikan kamar itu berjam-jam. Apa yang ia lihat kemudian ternyata dapat menjawab pertanyaannya yang diawal mengenai dipilihnya hotel ini sebagai tempat menginap oleh si pembesar. Namun ia menyesal, karena tidak ada berita yang dapat ia muat. Ia ditugaskan untuk menulis berita baik-baik saja tentang pembesar tersebut, sedang kejadian yang ia saksikan dari kamar no. 24 adalah berita yang buruk tentang diri si pembesar.


6). Judul : Aneh
     Penulis : Tyas Arnita
     Tahun : 1979

            Kehamilan Berta, istri Maringan, sebenarnya di luar rencana. Meraka berniat untuk punya anak pada tahun kedua perkawinan. Alasannya masih banyak hal yang perlu dipersiapkan, misalnya : perabotan rumah. Tapi mau dibilang apa, Berta keburu menggelembung dan ditahan juga tidak akan bisa. Maringan merasa gelisah, berbeda dengan Berta yang kelihatan tenang-tenang saja. Maringan risau karena tiga hal, tapi diantara ketiga hal yang paling dirisaukannya adalah tuntutan selama mengidam. Ia takut kalau-kalau Berta meminta hal-hal yang aneh dan ekonomi mereka tidak mendukung. Waktu berlalu, Maringan terus menunggu dan ngidam yang ia takuti tak kunjung diajukan. Ia bertanya serius pada Berta mengapa ia tidak ngidam. Baginya kehamilan istrinya adalah hal yang aneh dan tidak ngidam itu di luar kewajaran. Berta merasa pertanyaan suaminya itu sangat lucu. Ia lalu menerangkan bahwa selama ini dia juga mengalami ngidam. Tapi ngidamnya tidak aneh-aneh dan cukup ia penuhi sendiri. Ia begitu sadar akan keadaan suaminya, dan ia juga cukup tahu diri untuk tidak meminta hal yang aneh-aneh.

7). Judul : Perbuatan Sadis
     Penulis : Hamsad Rangkuti
     Tahun terbit : 1982

         Tokoh aku menjadi saksi mata dari sebuah perbuatan sadis. Perbuatan sadis yang ia saksikan siang itu benar-benar membuatnya tidak berkutik. Di halte bus yang sepi ia berdiri dengan seorang wanita yang terlihat begitu mencolok perhiasannya. Benar saja, kalung yang melingkar di lehernya itu membuatnya menjadi sasaran preman. Sang preman berhasil merampas kalung itu, tapi si wanita tampak tenang-tenang saja sembari menerangkan pada si aku bahwa kalung itu hanya imitasi. Wanita tersebut membersitkan senyum kemenangan. Namun, tanpa diduga kedua preman kembali datang menghampiri si wanita seraya menghunus belati. Si preman merasa dipermainkan karena dia “dipancing” dengan kepalsuan. Si preman naik pitam dan memaksa si wanita untuk menelan semua kepalsuan (kalung) itu. Si aku benar-benar tak dapat membantu si wanita. Dia hanya dapat menyaksikan perbuatan sadis itu. Dibantu segelas air, si wanita akhirnya menelan kalung. Si preman tampak puas karena telah berhasil membuat si wanita menelan semua kepalsuan itu. Si wanita histeris, karena telah menelan perhiasan.


8). Judul : Dongeng Penunggu Surau
     Penulis : Joni Ariadinata
     Tahun terbit : 1997

          Setiap hari, Ali, selaku Muadzin menyerukan adzan. Adzan yang dilantunkan begitu bening, menyilet langit dan menembus bumi. Namun, tak ada seorangpun warga desanya yang tergerak untuk mendirikan shalat di surau. Surau desa itu begitu sepi, dimana setiap hari hanya ada Ali, Imam Mathori dan dua jamaah tua yang paling rajin, yang baru bertobat pada beberapa bulan terakhir. Imam Mathori begitu sedih melihat keadaan tersebut. Namun, apa yang hendak dikata. Warga desa begitu sibuk di sawah karena saat itu adalah musim tanam. Ia hanya dapat berharap agar saat musim panen nanti, ratusan jamaah dapat memenuhi surau, seraya mengucap syukur kepada Allah. Empat bulan, panen datang dengan semerbak. Kali ini Imam Mathori begitu optimis. Adzan dilantangkan Muadzin Ali. Dua orang jamaah tua hadir jauh lebih awal dari biasanya. Namun, ternyata jamaah warga yang begitu dinanti tak kunjung datang. Mereka asyik memanen sawah masing-masing tanpa mempedulikan surau. Imam Mathori tersentak, ia menjadi begitu pesimis.


9). Judul : Rumah Baru
     Penulis : Pamusuk Eneste
     Tahun terbit : 2002

           Jangan masuk rumah baru pada usia 60 tahun,” kata seorang rekan Pak Jek. Namun, Pak Jek menganggap omongan itu hanya guyonan. Takhyul.Tak bisa dipercaya dan belum pernah dibuktikan secara ilmiah. Itulah sebabnya, satu tahun menjelang pensiun, Pak Jek sudah membangun rumah di Yogyakarta. Rumah itu adalah surprise bagi dirinya sendiri, karena selama pengerjaan rumah tersebut ia sama sekali tidak pernah melihat secara langsung. Hanya anaknya yang seminggu sekali datang mengawasi. Rumah itu segera ia tempati di hari yang sama saat ia pensiun dari kantornya di Jakarta. Setelah teman-teman sekantor mengadakan perpisahan kecil-kecilan di Gambir, Pak Jek berangkat menuju Yogyakarta. Istri dan semua anak-anaknya menunggu Pak Jek di rumah baru itu. Pak Jek meminta agar semuanya menyambut di rumah saja dan tak perlu menjemput ke stasiun. Siapa sangka ia pun harus di jemput oleh sanak keluarganya. Namun, bukan di stasiun melainkan di rumah sakit. Pak Jek meninggal secara mendadak di kereta.


10). Judul : Poligami
       Penulis : Putu Wijaya
       Tahun terbit : 2003

           Upi begitu benci pada laki-laki. Baginya, begitu banyak wanita yang tersiksa karena laki-laki, termasuk nenek dan ibunya yang disiksa oleh kakek dan ayahnya sendiri. Upi tidak ingin menjadi korban, dan ia begitu menanti kesempatan agar dapat menjadi pembela kaumnya. Kesempatan itupun datang. Melalui peristiwa aneh, tiba-tiba Upi berubah kelamin menjadi laki-laki. Benar-benar lelaki tulen. Upi menjadi seorang play boy. Ratusan perempuan justru ia sakiti dan ia kecewakan. Namun, pikirnya dendam nenek dan ibunya sudah terbalas. Hingga tiba saatnya ia bertekuk lutut pada seorang wanita. Upi melamar wanita itu, dan ia di terima secara bersyarat. Upi berbahagia dengan pernikahannya. Tapi malang tak dapat di tolak, istri Upi pergi dengan laki-laki lain. Ia tak menyangka nasibnya sebagai laki-laki begini akhirnya. Harga dirinya telah hancur,dan ia tak tahan menerima kenyataan. Upi melompat dari tebing tinggi ke jurang berbatu cadas. Upi akhirnya terbangun, ternyata semua hanya mimpi. Upi menjadi sadar bahwa untuk membela perempuan, kita cukup memiliki prinsip dan menjadi diri sendiri.


Sekian ^_^

No comments: