Tuesday, December 27, 2011

Ulasan Pementasan Drama


Wa Ode Rizki Adi Putri

Judul Drama : Sepasang Mata Indah
Penulis : Kirdjomuljo adaptasi Subandi
Waktu Pementasan : Kamis, 11 Juni 2009
Tempat : Studio Drama FKIP Universitas Haluoleo
Para Pemain : 1. Pemuda = Arif
2. Gadis = Hijrawati Kadir
3. Ayah = Muhammad Zulkifli
4. Pengamen 1 = Irma Magara
5. Pengamen 2 = Nurwati


Sebuah drama memiliki sekurang-kurangnya empat unsur penting dalam setiap pementasan, yaitu pertama, lakon atau cerita yang ditampilkan. Kedua, pemain adalah orang yang membawakan lakon tersebut. Ketiga, sutradara sebagai penata pertunjukan di panggung. Keempat, penonton adalah sekelompok orang yang menyerahkan sebagian dari kemerdekaannya untuk menjadi bagian dari tokoh yang tampil dalam suatu lakon dan menikmatinya. Begitupun dalam drama “Sepasang Mata Indah” yang baru saja dipentaskan oleh senior-senior saya yang memprogramkan mata kuliah dasar-dasar pemanggungan ini.

Dari sekian jumlah drama yang dipentaskan, saya memilih mengulas drama ini karena naskahnya yang cukup familiar bagi saya. Naskah drama ini beberapa kali dibahas oleh dosen mata kuliah di dalam kelas kajian drama. Beberapa kali pula naskah drama ini sempat saya analisis dengan berbagai pendekatan sebagai tugas mata kuliah. Sangat menyenangkan sekali dapat menonton pementasan dari sebuah drama yang telah cukup lama saya akrabi. Drama “Sepasang Mata Indah” merupakan drama bergenre komedi yang mengangkat tema percintaan atau dapat pula dikatakan bertema kawin paksa. Tema tersebut kurang lebih tersirat dari dialog antar tokoh dan adegan-adegan yang terjadi dalam lakon para tokoh. Konflik yang terjadi saat naskah drama diaktualisasi dalam pementasan pun terasa lebih “hidup” dibandingkan ketika menikmati drama tersebut dari membaca naskahnya saja. Pesan lakon dari pementasan drama tersebut, cukup terasa kehadirannya. Drama ini mengandung pesan bahwa sikap jujur akan membawa hikmah yang baik. Sikap jujur ini tertanam dalam karakter tokoh pemuda. Ia selalu jujur akan keadaannya, termasuk rasa cintanya pada tokoh Gadis. Dinamika kejujuran ini harusnya lebih ditekankan melalui dialog sehingga dapat diterima dengan mudah oleh penonton.

Arif yang memerankan tokoh Pemuda, terlihat memiliki ekspresi, gestur, dan mimik yang cukup baik dalam menghidupkan konflik. Namun, intonasi dialognya terdengar monoton dan beberapa kali hampir salah mengucapkan dialog. Begitupun Hijrawati yang berperan sebagai tokoh Gadis, beberapa kali melakukan improvisasi dialog, namun cukup meyakinkan. Gadis yang dikarakterkan sebagai seseorang yang sedang bergulat dengan kekhawatiran berekspresi dengan baik. Irma dan Nurwati yang dapat dikatakan sebagai tokoh utility atau tokoh pembantu berhasil mendukung rangkaian cerita sehingga berkesinambungan dan meninggalkan kesan dramatik. Kemudian ada pula Muhammad Zulkifli yang berperan sebagai tokoh Ayah. Dia berhasil menghidupkan konflik. Tapi kontrol emosinya kurang berhasil karena beberapa kali terpancing oleh sorak sorai penonton dan hampir tertawa di atas panggung. Padahal tokoh Ayah dikarakterkan sebagai orang yang serius.

Latar cerita atau setting tempat kejadian dan peristiwa dalam drama tersebut berhasil disusun dengan baik sehingga penonton mendapat gambaran yang jelas mengenai tempat terjadinya adegan-adegan dalam drama yang dipentaskan. Tata artistik untuk sebuah kamar kos tertata apik untuk cerita tersebut, lengkap dengan tempat tidur serta meja belajarnya. Namun, dari segi pencahayaan atau lighting masih terdapat kekurangan yaitu kontrol cahaya yang tidak terkendali dengan baik. Kadang kala lampu begitu terang menyorot para pemain. Lalu tiba-tiba saja ditengah asyiknya para tokoh berdialog, lampu meredup. Kesalahan kontrol ini terjadi berulang-ulang dan bagi saya pribadi hal tersebut menjadi kekurangan utama dari pementasan drama ini.

No comments: