Tuesday, December 27, 2011

Analisis Struktural Terhadap Cerpen “Perbuatan Sadis” Karya Hamsad Rangkuti

Wa Ode Rizki Adi Putri


Analisis struktural, pendekatan instrinsik, atau pendekatan objektif termasuk penelitian, telaah, atau pengkajian terhadap karya sastra sendiri. Perbedaan istilah itu lebih disebabkan oleh perbedaan cara pandang peneliti menempatkan dan memberi pengertian terhadap karya sastra. Dalam analisis struktural misalnya, karya sastra dianggap sebagai sebuah struktur: ia hadir dan dibangun oleh sejumlah unsur yang berperan secara fungsional. Analisis struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur tersebut sebagai kesatuan struktural. Pusat perhatian analisis struktural adalah hubungan fungsional antarunsur itu sebagai suatu keutuhan. Kesatuan unsur-unsur itu bukan cuma kumpulan atau tumpukan hal-hl tertentu yang berdiri sendiri, namun saling berkaitan, terikat, bergantung satu sama lain.
Pendekatan instrinsik pun pada dasarnya sama dengan analisis struktural. Karya sastra dianggap di dalamnya mempunyai sejumlah elemen atau peralaatn yang saling berkaitan dan masing-masing mempunyai fungsinya sendiri. Pendekatan intrinsik mencoba menjelaskan fungsi dan keterkaitan elemen (unsur) atau peralatan itu tanpa menghubungkannya dengan faktor di luar itu, seperti biografi pengarang, latar belakang penciptaan, atau keadaan dan pengaruh karya sastra kepada pembacanya. Adapun pendekatan objektif menempatkan karya sastra yang akan diteliti atau dianalisis itu sebagai objeknya. Mengingat karya sastra yang menjadi objeknya mempunyai unsur-unsurnya yang satu dengan lainnya tidak dapat dilepaskan, maka unsur-unsur itulah yang hendak diuraikan dalam pendekatan objektif.
Melalui tulisan sederhana ini akan saya paparkan salah satu cerpen Hamsad Rangkuti, yaitu cerpen “Perbuatan Sadis” berdasarkan analisis struktural. Betapapun analisisnya masih sangat sederhana, diharapkan dapat memberi gambaran bagaimana bentuk dari analisis struktural tersebut.
* * *
Cerpen “Perbuatan Sadis” menampilkan tokoh Aku, yang dari ceritanyalah cerpen dalam cerpen ini berlangsung. Tokoh aku menceritakan tentang pengalamannya menjadi saksi dari sebuah tindak kejahatan. Tindak kejahatan itu ia anggap terjadi dengan begitu sadisnya, hingga untuk menguatkan ceritanya, tokoh Aku pun membandingkan dan mengingat kembali berbagai tindak kejahatan sadis yang marak diberitakan di media masa. Bermula dari di suatu siang, tokoh aku menunggu datangnya kendaraan umum di sebuah halte bis. Di sana hanya ada tokoh Aku dan seorang wanita yang tampak mencolok perhiasannya. Tokoh Aku merasa khawatir dengan si wanita. Pada saat yang bersamaan datanglah dua orang preman dari dalam gang. Si wanita dirampok. Namun, si wanita terlihat begitu santai. Ternyata perhiasan yang dirampok itu adalah palsu atau imitasi, si wanita tampak begitu puas karena berhasil menipu dua preman tadi. Tanpa disangka-sangka dua preman tadi kembali, dan menyuruh si wanita menelan perhiasan itu. “Ayo telan kepalsuanmu ini!!” seru si preman pada si wanita. Si wanita pun terpaksa menelan perhiasan itu. Begitulah perbuatan sadis itu terjadi.
***
1. Tema

Tema dalam cerpen “Perbuatan Sadis” Karya Hamsad Rangkuti adalah kepalsuan yang membawa petaka. Tema tersebut sedikit tersirat pada kutipan berikut:

“Kau telah mempermainkan kami! Bajingan!” bentak laki-laki itu kepada wanita muda yang ditodongnya “Kau menghina kami! Kau oancing kami dengan kepalsuan. Ini kalung imitasimu itu! Makan!
Lelaki itu menarik dengan kasar rambut si wanita. Ujung belatinya kulihat telah menyentuh kulit leher si wanita. Darah lenyap dari mukanya. Dia pucat bagaikan kapas.
“Makan! Telan kalung imitasimu ini. Kau telah mempermainkan kami dengan kepalsuan. Sekarang kau harus menelan kepalsuan ini! Ayo telan!

Begitulah kutipan yang kurang lebih dapat mewakili tema dari cerpen tersebut. Tokoh wanita begitu bangga memamerkan kepalsuan dan tan pa dinyana, ia pun harus menerima petaka dari kepalsuan tersebut.


2. Tokoh
Tokoh dalam cerpen “Tua” terdiri atas tokoh utama, dan beberapa tokoh pembantu. Adapun tokoh-tokohnya adalah: Tokoh Aku, wanita, dan dua orang preman.

a. Tokoh Aku
Tokoh aku sebagai tokoh utama yang menjadi pencerita, dan dari ceritanyalah kejadian demi kejadian dalam cerpen terjadi. Tokoh aku muncul sejak awal cerita, dimana ia bermonolog mengenai berbagai perbuatan sadis yang beredar di media masa. Kemudian tokoh aku mengambarkan tokoh-tokoh yang lainnya dalam ceritanya tersebut.

b. Wanita
Wanita sebagai tokoh utama kedua adalah tokoh yang pertama kali diceritakan oleh tokoh utama pertama.
Perhatikan kutipan berikut:
“Hanya aku dan seorang wanita muda yang menunggu datangnya kendaraan umum di halte bis.”

c. Dua orang preman
Tokoh ini sebagi tokoh sebutan atau pembantu yang kemunculannya disebutkan oleh tokoh utama seperti pada kutipan berikut:

“Pada saat itulah datang dua orang lelaki dari dalam gang dan langsung menodongkan pisau belati ke leher si wanita…..”


3. Latar

a. Latar Tempat
Latar tempat dalam cerpen “Perbuatan Sadis” karya Hamsad Rangkuti terdiri dari satu tempat saja, yaitu di sebuah halte bis dipinggir jalan sebuah kota yang sepi. Disinilah tindak kejahatan sadis itu bermula dan berakhir. Perhatikan kutipan berikut ini :
“Kota sepi. Hanya aku dan seorang wanita muda yang menunggu datangnya kendaraan umum di halte bis” (Awal cerita)
“Kalung emas itu direntapkan oleh laki-laki yang menodongkan pisau belati ke leher si wanita…”(Ketika si wanita akhirnya dirampok)
“Makan! Telan kalung imitasimu ini. Kau telah mempermainkan kami dengan kepalsuan. Sekarang kau harus menelan kepalsuan ini! Ayo telan! (Sang preman memaksa si wanita untuk menelan perhiasan)

b. Latar Waktu
Latar waktu dalam cerpen “Perbuatan Sadis” karya Hamsad Rangkuti tergambarkan pada waktu hari libur di siang hari yang terik. Terlihat pada kutipan berikut ini:
“Waktu itu hari libur umum. Kota sepi….hari waktu itu panas terik”
4. Alur
Adapun alur dalam cerpen ini dapat kita urutkan sebagai berikut;
1. tokoh aku mengingat-ingat berbagai tindak kejahatan sadis yang marak di media masa
2. tokoh aku menceritakan kesaksiannya atas sebuah tindak kejahatan
3. tokoh aku berdiri disebuah halte bis bersama wanita yang mencolok perhiasannya
4. tokoh aku merasa gelisah dengan perhiasan si wanita yang mencolok
5. tiba-tiba datang dua orang preman dari dalam gang
6. si wanita dirampok oleh preman
7. dan seterusnya.


5. Sudut Pandang
Sudut pandang yang ditampilkan pengaarang dalan cerpen ini adalah sudut pandang pengarang serba tahu. Artinya si pengarang tak hanya menjadi tokoh utama tetapi juga sebagai tokoh yang menggambarkan tokoh-tokoh lainnya, melalui ceritanya.


6. Amanat
Pesan moral bagi pembaca yang ingin disampaikan penulis melaui cerpenini adalah bahwa bahwa janganlah sekali-sekali bermain-main dengan kepalsuan, apalagi dengan tujuan menipu dan menertawakan orang lain. Sesungguhnya kepalsuan tersebut akan membawa petaka, misalnya saja pebuatan sadis seperti yang tergambar dalam cerpen.

Demikian analisis struktural sederhana untuk cerpen “Perbuatan Sadis” karya Hamsad Rangkuti. Meski di dalamnya terdapat pula kekurangan-kekurangan, kiranya tetap dapat menjadi gambaran bagaimana seharusnya analisis struktural digunakan.

Ulasan Pementasan Drama


Wa Ode Rizki Adi Putri

Judul Drama : Sepasang Mata Indah
Penulis : Kirdjomuljo adaptasi Subandi
Waktu Pementasan : Kamis, 11 Juni 2009
Tempat : Studio Drama FKIP Universitas Haluoleo
Para Pemain : 1. Pemuda = Arif
2. Gadis = Hijrawati Kadir
3. Ayah = Muhammad Zulkifli
4. Pengamen 1 = Irma Magara
5. Pengamen 2 = Nurwati


Sebuah drama memiliki sekurang-kurangnya empat unsur penting dalam setiap pementasan, yaitu pertama, lakon atau cerita yang ditampilkan. Kedua, pemain adalah orang yang membawakan lakon tersebut. Ketiga, sutradara sebagai penata pertunjukan di panggung. Keempat, penonton adalah sekelompok orang yang menyerahkan sebagian dari kemerdekaannya untuk menjadi bagian dari tokoh yang tampil dalam suatu lakon dan menikmatinya. Begitupun dalam drama “Sepasang Mata Indah” yang baru saja dipentaskan oleh senior-senior saya yang memprogramkan mata kuliah dasar-dasar pemanggungan ini.

Dari sekian jumlah drama yang dipentaskan, saya memilih mengulas drama ini karena naskahnya yang cukup familiar bagi saya. Naskah drama ini beberapa kali dibahas oleh dosen mata kuliah di dalam kelas kajian drama. Beberapa kali pula naskah drama ini sempat saya analisis dengan berbagai pendekatan sebagai tugas mata kuliah. Sangat menyenangkan sekali dapat menonton pementasan dari sebuah drama yang telah cukup lama saya akrabi. Drama “Sepasang Mata Indah” merupakan drama bergenre komedi yang mengangkat tema percintaan atau dapat pula dikatakan bertema kawin paksa. Tema tersebut kurang lebih tersirat dari dialog antar tokoh dan adegan-adegan yang terjadi dalam lakon para tokoh. Konflik yang terjadi saat naskah drama diaktualisasi dalam pementasan pun terasa lebih “hidup” dibandingkan ketika menikmati drama tersebut dari membaca naskahnya saja. Pesan lakon dari pementasan drama tersebut, cukup terasa kehadirannya. Drama ini mengandung pesan bahwa sikap jujur akan membawa hikmah yang baik. Sikap jujur ini tertanam dalam karakter tokoh pemuda. Ia selalu jujur akan keadaannya, termasuk rasa cintanya pada tokoh Gadis. Dinamika kejujuran ini harusnya lebih ditekankan melalui dialog sehingga dapat diterima dengan mudah oleh penonton.

Arif yang memerankan tokoh Pemuda, terlihat memiliki ekspresi, gestur, dan mimik yang cukup baik dalam menghidupkan konflik. Namun, intonasi dialognya terdengar monoton dan beberapa kali hampir salah mengucapkan dialog. Begitupun Hijrawati yang berperan sebagai tokoh Gadis, beberapa kali melakukan improvisasi dialog, namun cukup meyakinkan. Gadis yang dikarakterkan sebagai seseorang yang sedang bergulat dengan kekhawatiran berekspresi dengan baik. Irma dan Nurwati yang dapat dikatakan sebagai tokoh utility atau tokoh pembantu berhasil mendukung rangkaian cerita sehingga berkesinambungan dan meninggalkan kesan dramatik. Kemudian ada pula Muhammad Zulkifli yang berperan sebagai tokoh Ayah. Dia berhasil menghidupkan konflik. Tapi kontrol emosinya kurang berhasil karena beberapa kali terpancing oleh sorak sorai penonton dan hampir tertawa di atas panggung. Padahal tokoh Ayah dikarakterkan sebagai orang yang serius.

Latar cerita atau setting tempat kejadian dan peristiwa dalam drama tersebut berhasil disusun dengan baik sehingga penonton mendapat gambaran yang jelas mengenai tempat terjadinya adegan-adegan dalam drama yang dipentaskan. Tata artistik untuk sebuah kamar kos tertata apik untuk cerita tersebut, lengkap dengan tempat tidur serta meja belajarnya. Namun, dari segi pencahayaan atau lighting masih terdapat kekurangan yaitu kontrol cahaya yang tidak terkendali dengan baik. Kadang kala lampu begitu terang menyorot para pemain. Lalu tiba-tiba saja ditengah asyiknya para tokoh berdialog, lampu meredup. Kesalahan kontrol ini terjadi berulang-ulang dan bagi saya pribadi hal tersebut menjadi kekurangan utama dari pementasan drama ini.

Saya dan Jurnalistik


WA ODE RIZKI ADI PUTRI
wr.adiputri@yahoo.com


Jalaluddin Rumi mengatakan bahwa sesuatu yang membuat hatimu tergetar adalah yang terbaik untukmu. Kata-kata tersebut mungkin akan melahirkan banyak interpretasi bergantung pada masing-masing orang yang memaknainya. Saya sendiri menginterpretasikan kata-kata tersebut secara leksikal saja. Tetap menempatkannya sebagai satuan bahasa yang memiliki makna kamus. Terlepas dari kesahihan kata-kata tersebut, satu hal yang pasti adalah saya merasakan hati saya tergetar oleh kata jurnalistik. Tanpa tahu bagaimana dan apakah nantinya jurnalistik akan benar-benar berproses menjadi sesuatu yang terbaik bagi saya, saya tetap menyukai bidang ini.
Menumpahkan isi kepala dan perasaan dalam bentuk tulisan bagi saya adalah hal yang menyenangkan. Mulai dari catatan harian, catatan perjalanan, hingga tulisan-tulisan yang berbau sastra. Meskipun kadang sulit juga menemukan kata-kata yang pas untuk mewakili banyak hal yang terjadi. Karena jurnalistik adalah salah satu bentuk dari kegiatan menulis, saya tidak merasa begitu asing ketika pertama kali “berkenalan”. Sesosok makhluk yang punya sistem dan bebas jadi dirinya sendiri ketika dijalankan sesuai etika dan kode etik yang dimilikinya.
Saya sempat memprogramkan mata kuliah paket jurnalistik ketika masa perkuliahan memasuki semester kelima dan keenam. Disinilah ketertarikan saya semakin menjadi apalagi dengan setumpuk tugas perkuliahan yang seolah mendorong para mahasiswa dengan begitu keras untuk memasuki dunia jurnalistik. Meskipun bukan untuk kepentingan komersil layaknya kecenderungan jurnalisme sekarang ini, aktivitas utama dalam jurnalisme , misalnya pelaporan yang menggunakan prinsip 5W + 1H, juga menjelaskan kepentingan dan akibat dari kejadian atau tren, sempat menjadi kegiatan sehari-hari guna memenuhi kewajiban tugas kuliah. Lelah dan berliku pastinya, tetapi sangat banyak kesan dan hal-hal tak terduga yang didatangkan oleh kegiatan berjurnalistik ini. Namun, hal-hal yang saya dapatkan selama proses perkuliahan belumlah memuaskan.
Sekarang ini semua tujuan kehidupan, profesionalitas, kepentingan ekonomi, politik dan sosial sangat dipengaruhi oleh kegiatan jurnalistik. Menjadi penggiat jurnalistik tentunya akan mengalirkan masalah-masalah yang seiring prosesnya akan lebih baik jika disebut sebagai tantangan. Ya, ini adalah sebuah jalan bagi penyuka tantangan. Dalam kutipan Buku The Elements of Journalism: What Newspeople Should Know and the Public Should Expect yang mengulas secara detail elemen-elemen jurnalistik, saya menemukan satu lagi alasan yang membuat saya tertarik, yaitu profesi jurnalis yang dituntut harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan. Uniknya, membuat menarik dalam hal ini tidak selalu membuat berita sensasional, heboh, dan mencengangkan, tetapi berita yang menggunakan gaya tulisan, bahasa, atau gambar yang menggugah. Peristiwa atau ide yang dijadikan berita juga harus relevan dengan kondisi masyarakat. Betapa menariknya jika saya berhasil menemukan cara menulis ala jurnalis seperti itu.